Umpatan Surabaya Identik dengan Umpatan Amerika

Sebenarnya ini sangat tidak penting. Lagipula ternyata sudah ada rekan blogger yang membahasnya (lihat di sini). Tapi tetap saja membuat saya penasaran dan ingin mengungkapkan uneg-uneg saya.

Mohon maaf sebelumnya jika pengunjung menilai posting ini tidak etis dan tidak mendidik.

Sebagai warga yang lahir dan dibesarkan di Surabaya, kata "jancuk" (bisa juga disebut "cuk", "diancuk" dan "simbokne ancuk") sangat akrab di telinga dan memori saya. Sumbernya pastilah dari pergaulan sehari-hari. Umpatan/ makian yang dalam bahasa Jawa disebut "pisuhan" tersebut dilontarkan sebagai ungkapan kejengkelan seseorang pada orang lain atau pada suatu kondisi tertentu yang menjengkelkan. Secara tak sengaja terluka misalnya. Atau jatuh.

Dalam penggunaannya, "jancuk" berkembang tak cuma untuk "misuh" (mengumpat), tapi pada situasi pergaulan biasa yang sebenarnya tak butuh umpatan. Bertemu teman lama, misalnya, orang Surabaya kerap mengatakan "Jancuk, yok opo kabare, rek?" (jancuk, bagaimana kabarnya?).Atau mendengar kabar gembira, yang diucapkan bisa "Jancuk, si Fulan wis dadi dokter saiki!" (jancuk, si Fulan sudah jadi dokter sekarang!)

"Jancuk: mungkin berkata dasar 'ncuk atau ancuk yang artinya berhubungan intim. "Diencuk" artinya disetubuhi. Entah sejak kapan kata-kata ini digunakan, pastinya sudah sangat memasyarakat dan mendarahdaging di benak orang Surabaya dan menjadi pilihan utama untuk diucapkan saat diperlukan. Di beberapa daerah lain di Indonesia, "ancuk" juga kerap digunakan dan artinya pun sama.

Di lain pihak, "fuck you", "fuck" atau "mother fucker" adalah umpatan khas negeri Paman Sam yang menjadi kosa kata tambahan di memori saya berdasarkan film-film Hollywood yang saya saksikan. Sama halnya dengan jancuk, fuck berkonotasi aktifitas seksual dan disimbolisasikan dengan jari tengah menunjuk, sementara yang lain menggenggam.

"Simbokne ancuk" yang saya sebutkan di atas artinya "ibunya digauli", identik dengan "mother fucker" dalam umpatan Amerika.

Inti dari rasa penasaran saya adalah, bahwa umpatan itu ternyata bersifat universal, meski berbeda budayanya. Mungkinkan "jancuk" merupakan terjemahan dari "fuck" seperti kebiasaan kita mengadopsi bahasa asing untuk digunakan sehari-hari? Atau sebaliknya?

Yang jadi pertanyaan adalah, pertama: kenapa aktifitas seksual yang digunakan sebagai basic umpatan? Bukankah aktifitas seksual itu menyenangkan? Kedua: kenapa ibu dijadikan subyek umpatan? Bukankah ibu sosok mulia yang wajib kita hormati?

Jawaban yang paling mungkin adalah, "jancuk" diciptakan oleh orang yang mempunyai ketidakmampuan dalam hal seksual dan masa kecilnya tidak mendapat perhatian/ kasih sayang dari ibunya. Sok tahu ya? (mp2)


Related Posts
Previous
« Prev Post

Comments