Ungkapan/ Perumpamaan yang Sering Kita Dengar

Dalam kehidupan sehari-hari kita biasa mendengar ungkapan atau perumpamaan yang maksudnya untuk menggambarkan suatu keadaan.

Di sini saya akan ulas beberapa ungkapan/ perumpamaan yang akrab di telinga kita, antara lain :

Seperti anjing dengan kucing

Ungkapan ini ditujukan kepada dua orang yang tidak pernah akur dalam segala hal. Bila bertemu selalu berselisih.

Yang jadi pertanyaan, kenapa anjing dan kucing yang dijadikan perumpamaan? Kenapa bukan kucing dan tikus? Atau gajah dan macan?

Jawabannya gampang. Karena anjing dan kucing adalah hewan yang biasa kita jumpai, dan kalau mereka bertemu selalu ribut. Tikus memang juga biasa kita lihat, tapi tikus tidak pernah berani melawan kucing. Sedangkan gajah dan macan hanya kita temui di kebun binatang atau TV. Itupun tidak pernah terlihat mereka berantem.

Laksana langit dan bumi

Perumpamaan ini biasanya secara salah kaprah dan membabibuta diungkapkan untuk menggambarkan dua sifat yang bertolak belakang. Satu baik, satunya lagi sadis,misalnya. Atau si A cantik, sedangkan si B jelek.

Yang benar adalah, bahwa perumpamaan itu dimaksudkan sebagai personifikasi dari dua pribadi yang tidak mungkin menyatu karena adanya perbedaan sifat mereka.

Padahal kalau di pantai kita lihat langit menyatu dengan bumi, lho!

Membabibuta

Membabibuta artinya bertindak ngawur, tidak pakai perhitungan. Sruduk sana sruduk sini, urusan belakangan.

Cuma kenapa dipakai babi? Padahal hewan lain, kalau buta, akan melakukan hal yang sama. Dan hewan yang cocok untuk “dikorbankan” dalam perumpamaan ini adalah babi hutan, yang pada dasarnya memang liar dan ganas. Apalagi kalau pas buta.

Mungkin dulunya membabihutanbuta, kali ya? Karena terlalu panjang, maka diringkas jadi membabibuta. Lagipula kalau membabihutan buta, nanti disalahtafsirkan dengan hutannya yang buta. Hutan mana punya mata?

Bagai pinang dibelah dua

Inti dari ungkapan ini adalah, bahwa kondisi fisik si A dan si B sama/ nyaris sama, persis seperti orang kembar, tapi bukan orang kembar. Nah, bingung ‘kan? Lebih bingung lagi, kenapa digunakan buah pinang, bukan apel atau semangka?

Mungkinkah yang membuat perumpamaan ini orang kuper, yang tahunya hanya buah pinang, sementara di luar sana banyak buah simetris lainnya yang lebih enak?

Bagai pungguk merindukan bulan

Entah siapa yang mengarang pepatah ini. Pungguk, konon adalah burung sejenis gagak, yang jelas-jelas hewan, kok bisa-bisanya dia merindukan bulan? Bukan cuma beda spesies, tapi juga beda status. Pungguk itu makhluk hidup, sedangkan bulan benda mati.

Kecuali kalau bulan sudah update status jadi makhluk hidup juga, bolehlah si pungguk itu merindukannya, walaupun si bulan harus pikir-pikir dulu untuk menerima pungguk.

Dari perumpamaan inilah yang mengilhami dibuatnya film kungfu Panda. Seperti kita ketahui, Po si panda adalah anak dari seekor itik yang menikah dengan babi. Nah, lo!! Ruwet, kan.

Muka badak

Kasihan si badak. Nggak salah apa-apa, nggak tahu urusannya apa, kok ndilalah dipakai untuk mewakili orang yang nggak tahu malu. Dasar, yang bikin perumpamaan itu memang bermuka badak. Ups, sori ya, dak.

Tak tentu rimbanya

Orang yang hilang dan tak ada kabar beritanya disebut hilang tak tentu rimbanya. Kenapa demikian? Karena yang mengarang ungkapan ini orang yang tinggal di hutan, atau dekat hutan, karena tahunya tentang rimba saja. Apa mungkin Tarzan atau George of the Jungle yang menciptakan?

Kalau orang kota yang ngarang pasti bunyinya “hilang tak tentu gedungnya” atau kalau nelayan yang ngarang akan berbunyi “hilang tak tentu lautnya”.

Seperti makan buah simalakama

Ini perumpamaan yang perlu melibatkan psikolog untuk menjelaskan buah simalakama itu seperti apa, baru bisa dibahas lebih lanjut. Betapa tidak, buah ini sedemikian jahatnya sehingga kalau dimakan berakibat bapak kita mati, kalau tidak dimakan, ibu kita yang mati. Ini pastilah buah yang mengalami kelainan psikis.

Bagai telur di ujung tanduk

Nah, ini jenis perumpamaan yang membutuhkan imajinasi tinggi, hingga sampai ketemu tanduk untuk dikombinasikan dengan telur.

Secara logika, telur utuh tidak mungkin bisa ngendon di ujung tanduk. Tapi nyatanya si pembuat perumpamaan punya pendapat lain. Telurnya ditaruh di lantai, lalu disundul-sundul pakai tanduk. Kenapa tanduk? Karena si pembuat perumpamaan ternyata mantan seorang matador yang trauma akibat telurnya pernah diseruduk banteng. Maksudnya telur ayam titipan dari istrinya untuk dijual ke pasar, lho. (mp2)

Related Posts
Previous
« Prev Post

Comments