Misteri Suara Gamelan di Tengah Malam

“Di Jogja, siapa pun yang pernah mendengar alunan suara gamelan di tengah malam, akan betah tinggal di kota pendidikan itu”.

Itu yang diucapkan seorang kerabat teman saya (mas Edy namanya) saat saya berkunjung dan menginap di rumahnya di daerah Wirobrajan, Jogja, 23 tahun yang lalu. Itu adalah kedatangan saya untuk pertama kalinya di kota yang dijuluki kota gudeg. Katanya, mitos itu, atau apapun namanya, ia dapatkan saat ia masih kecil Dan katanya lagi, konon hanya orang-orang dari luar Jogja yang kebetulan berada di sana yang berpeluang “diusik” oleh alunan alat musik tradisional itu.

Satu tahun kemudian, tepatnya tahun 1983, saya menjadi warga sementara Jogja, untuk menempuh pendidikan di UPN Veteran, setelah gagal masuk ke perguruan tinggi negeri di Surabaya.


Awal mula menetap di Jogja, saya kos di Jalan Solo Km. 7, yang lokasinya berdekatan dengan kampus UPN di Babarsari, berseberangan dengan rumah dinas TNI-AU. Kos yang berada di pinggir jalan raya itu tergolong masih baru. Ada sekitar 10 kamar, dan kebanyakan masih kosong saat saya pertama masuk. Di kamar kos bertarip Rp. 25.000,- per bulan itu saya tinggal berdua dengan teman satu jurusan berasal dari Madiun di UPN. Dia berasal dari Madiun.

Saya dan teman-teman sepulang refreshing di Wonosobo (1984)
di halaman kos Jl. Solo Km 7 Jogja

Suatu ketika, hampir tengah malam, suasana kos sepi. Teman sekamar saya sudah tidur, tapi entah kenapa mata saya sulit terpejam. Saat itulah lamat-lamat saya mendengar alunan suara gamelan di kejauhan. Saya pikir itu berasal dari suara radio atau ada seseorang yang mengadakan acara selamatan dengan menggelar musik tradisional itu.

Beberapa malam kemudian, kembali saya dengar suara gamelan itu. Karena penasaran, saya keluar kamar, memusatkan konsentrasi pada telinga saya agar lebih jelas dari mana asal suara gamelan itu. Dari situ saya yakin kalau suara gamelan itu berasal dari seberang kos saya. Seberang tapi jauh. Ke arah selatan.

Saya jadi teringat ingat pada ucapan mas Edy setahun yang lalu.

Apakah suara gamelan yang saya dengar ada hubungannya dengan mitos itu?

Jujur saja, saya memang betah di Jogja. Hanya saja, apakah itu karena “kutukan” suara gamelan telah merasuki saya, atau Jogja memang kota yang menyenangkan, seperti yang baru-baru ini dilansir oleh sebuah badan survey, yang menyatakan bahwa Jogja adalah kota ternyaman di Indonesia, saya tidak tahu.

Yang jelas, kerinduan saya untuk kembali ke Jogja tak pernah surut. (mp2)

Related Posts
Previous
« Prev Post

Comments