Bebek Sinjay

Sekitar Desember 2010 lalu saya beserta keluarga raun-raun (jalan-jalan) keliling Surabaya, menghibur mertua yang datang dari jauh. Karena beliau berdua ingin melihat jembatan Suramadu, jadilah kami melaju melalui jembatan sepanjang 5,4 km yang menghubungkan Surabaya dengan pulau Madura.

Setiba di ujung jembatan di Madura dan karena bertepatan dengan saat sholat Dhuhur, kamipun meluncur ke kota terdekat, Bangkalan. 

Menjelang masuk kota Bangkalan, kami melewati sebuah rumah makan yang penuh sesak, baik parkir kendaraan maupun pengunjungnya. Namanya Warung Bebek Sinjay. Tentu saja hal ini membuat kami penasaran ingin menjajal, karena biasanya warung yang berjubel pengunjungnya pastilah punya keistimewaan.

Usai sholat Dhuhur di Masjid Agung Bangkalan, tak ada lain tujuan kami selain Warung Bebek Sinjay, karena kebetulan searah dengan jalan menuju Suramadu.

Namun waktu itu kami harus menelan kekecewaan karena kehabisan stok bebek goreng. Kata petugas parkir, setiap hari memang selalu ramai, apalagi hari Minggu seperti hari itu. Untuk menghibur perut yang sudah mulai keroncongan, kami akhirnya mampir di sebuah restoran ikan bakar di pojok pertigaan antara Bangkalan, Sumenep dan jembatan Suramadu.

Sekitar 3 minggu lalu, kebetulan mertua saya datang lagi dari Sumatera untuk berobat di Surabaya. Sekali lagi, tugas saya adalah mengantar, selain ke dokter, juga jalan-jalan. Agaknya bapak mertua saya masih penasaran dengan Bebek Sinjay, sehingga pada satu kesempatan mengajak untuk kembali ke Bangkalan. 

Lagi-lagi kami ke sana hari Minggu, hingga kehabisan lagi. Menurut kasir di sana, kalau mau, kami diminta menunggu jam 14.30, padahal kami tiba jam 12.30. Enggak lah yaw. Untungnya kami masih kebagian jerohan dan sedikit serpihan daging bebek.

Kami semua mengakui, bebek Sinjay memang nikmat. Itulah sebabnya kami akan kembali ke sini di hari lain selain hari Minggu.

Karena bapak mertua saya terobsesi hingga terbawa mimpi, maka kamipun berangkat lagi ke Bangkalan hari Sabtu berikutnya. Memang benar kami kebagian, tapi ternyata tak senikmat sebelumnya. Bebek gorengnya terasa alot, begitu juga dengan jerohannya. Belum lagi sambal mangga mudanya yang pedasnya t-e-r-l-a-l-u. Tidak seperti yang kami rasakan pada hari Minggu lalu, di mana pedasnya pas dan tidak perlu 'misuh' (mengumpat) karena kepedasan.

Entah kenapa begitu. Sepertinya, baik daging maupun jerohan bebeknya tidak fresh. Seperti habis digoreng ulang. Jika memang begitu, patut disayangkan karena reputasi warung yang berdiri sejak 10 tahun lalu dan tenar itu dipertaruhkan. (jink)


Related Posts
Previous
« Prev Post

Comments