Perspektif Baru Godam: Sebuah Catatan untuk Godam vs Godam

Cover komik Godam vs Godam
terbitan Metha Studio Jogja.
Godam adalah superhero legenda. Di masanya, kepopuleran Godam ciptaan Wid NS dan Gundala (karya Hasmi) memimpin jajaran tokoh superhero di era tahun 70-an. Kehadiran Godam dan Gundala menginspirasi banyak komikus lain. Bahkan, dua superhero ini sering “dipinjam” untuk menemani superhero baru yang muncul setelahnya, semisal Kapten Halilintar (Jan Mintaraga), Rado (Ricky NS), Bantala (Nurmi Ambardi), Tira (Nono GM) dan masih banyak lagi.

Semula, Wid NS lebih dulu melahirkan tokoh Aquanus. Namun, Godam yang lahir pertama kali tahun 1969 justru lebih dulu meledak. Kepopulerannya ini membuat Marcell Bonneff dalam disertasinya tentang Komik Indonesia memberi catatan khusus pada Wid NS. Bonneff menyebut Wid NS dan Hasmi sebagai komikus langka yang menggarap komik dengan genre yang disebutnya: fiksi ilmiah.

Kategori ini memungkinkan terjadinya perdebatan mengingat fiksi ilmiah ala Wid NS dan Hasmi, sangat berbeda dengan fiksi ilmiah di dunia barat sana. Hasmi sendiri dengan rendah hati mengatakan, andai disebut fiksi ilmiah, sebenarnya pijakannya sangat lemah. Sesuai dengan alam Indonesia sebagai bangsa agraris, Godam dan Gundala lebih pas mengikuti pola seperti tokoh-tokoh sakti dalam legenda cerita rakyat yang kesaktian tokohnya diteguhkan oleh para dewa. Dua tokoh ini pun tidak muncul dalam riwayat ilmiah seperti misalnya Superman, Hulk, atau Fantastic Four.

Wid NS (alm.)
Untuk Godam, ia merupakan wujud hero dari sosok seorang sopir bernama Awang. Dalam episode awal cerita Godam berjudul Doktor Setan, Wid NS mengisahkan bahwa Awang adalah pria yatim-piatu yang sejak lahir belum pernah melakukan kejahatan. Dikisahkan Awang berteduh di sebuah bangunan (gereja) kuno saat hujan lebat. Saat itulah ia didatangi roh dalam wujud seorang kakek yang kemudian disapa Awang dengan sebutan Bapa Kebenaran. Awang dianugerahi cincin ajaib yang bila dikenakan di jarinya akan mengubahnya menjadi Godam

Dalam lingkungan kultur Indonesia lebih tepatnya Jawa, Godam berpetualang di sepanjang 15 episode mulai dari Doktor Setan (1969) sampai Setan (1980), Wid NS menuturkan asal-usul Godam justru di pengujung kisah Godam. Yaitu dalam judul Tirani Biru di Negeri Godam dan Setan. Sebenarnya masih ada satu juduli, Ujian Buat Awang, namun Wid NS yang lahir 22 November 1938, baru menggarap beberapa halaman, sampai akhirnya berpulang 26 Desember 2003.

Secara garis beras, petualangan Godam dibagi dalam dua dimensi: petualangan di bumi dan planet (alam) lain. Saat di bumi inilah ia kerap tampil dalam petualangan berbau mistis dengan lawan abadinya bernama roh setan atau roh jahat. Aroma mistis dipadu Wid NS dengan lanskap modern dengan simbol semisal robot, pesawat canggih, senjata modern dan seterusnya.

Dengan kepandaian Wid NS bertutur ditambah sisi art dengan gambar naturalis bergaya Timur yang detail, Godam pun begitu melekat di hati banyak penggemarnya, hingga hari ini.

Sungging dan Hasmi dalam suatu acara.
Tatkala komik Indonesia dalam masa senjakala alias meredup, pelan-pelan Godam hanya ada dalam ingatan pembacanya. Sosoknya pun hanya samar-samar dikenali oleh generasi sekarang, sampai ada upaya untuk menerbitkan kembali jejak petualangannya. Dan, Sungging putra Wid NS melahirkan kembali sosok Godam lewat Godam Reborn. Kemunculan Godam baru ini telah memasuki episode ketiga, yakni Godam VS Godam.

Berbeda dengan Godam klasik, Godam Reborn mencoba perspektif baru. Kemunculannya tidak lagi dalam “proses peneguhan dari dewa” tapi mencoba menggali “fiksi ilmiah” Ia tercipta dari sebuah proses “paradigma teknologi” Perbedaan dengan Godam klasik, kisah Godam sampai di buku ketiga ini tidak berada dalam alur mistik. Sungging mencoba lebih aktual dalam menuturkan kisahnya.

Dari sisi setting cerita, Godam Reborn menggenggam betul warna lokal dengan memanfaatkan beragam lanskap Yogyakarta. Ia berbeda dengan Godam klasik dimana Wid NS masih samar-samar menjelaskan lokasi cerita. Awalnya, Wid NS tampak “memfiktifkan” lokasi cerita.

Maka itu, lewat Godam Reborn, pembaca akan disuguhi lokasi real Jogja seperti Gedung Pusat UGM, Stasiun Tugu, jalan layang Janti, dan wajah-wajah kota. Realitas itu begitu kongkret berkat sentuhan para ilustrator yang digarap Hasmi dan Dwi "Jink" Aspitono, plus penataan warna Aries Wendha dan Berny Julianto.

Awang.
Upaya merekatkan 15 petualangan Godam klasik menuju Godam Reborn, secara cerdik diikat dengan sebuah benang merah: kemunculan Awang. Muncullah Awang sepuh yang secara manusiawi dilukiskan sudah letih berperan menjadi Godam. Awang bermaksud menyerahkan cincin ajaibnya kepada Bapa Kebenaran. Awang ingin hidup tenang dan bahagia bersama wanita pujaannya yang juga sama-sama berusia senja. Ini juga bagian kreativitas Sungging “memanusiawikan” hero karya sang ayahanda.

Tanpa banyak catatan lagi,silakan pembaca membaca sendiri kisah menarik ini. Kisah kemanusiaan Awang dipadu dengan karakter Godam Reborn seperti Pandu, Giri, Narung, atau si antagonis Soma.

Sebuah kisah kemanusiaan dengan paduan dendam, ambisi kejahatan, yang di sana-sini diselipi humor segar. Apakah Godam Reborn juga akan melegenda seperti Godam klasik? Rasanya ini tidak terlalu penting. Yang pasti, Godam Reborn sudah mengisi dan menjadi bagian dari riwayat komik Indonesia yang mencoba terus menggeliat.

Sumber: Henrykomik.com


Related Posts
Previous
« Prev Post

Comments