Orgasme sejuta rasanya, tak perlu dipertanyakan lagi. Tapi ada banyak rahasia dampak orgasme wanita daripada yang kita ketahui. Thefrisky merangkum semua misteri, manfaat, dan kompleksitas orgasme menjadi 5 :
Orgasme menyehatkan payudara
Saat orgasme tubuh mengeluarkan oksitosin, yaitu ikatan hormon yang membuat wanita melayang ke awang-awang karena nikmat yang dirasakannya. Tapi selain itu, oksitosin terbukti dapat menurunkan karsinogen penyebab kanker payudara.
Orgasme menyembuhkan nyeri
Pusing, kram atau dalam proses penyembuhan luka? Tak perlu obat pereda nyeri. Ajak pasangan Anda bercinta dan raih orgasme. Oksitosin baik yang dilepaskan setelah Anda mencapai klimaks akan memberi Anda waktu sekitar 8-10 menit relaksasi pereda nyeri ampuh. Tapi jika Anda tak punya kesempatan untuk melakukannya, misalkan sedang berada di kantor atau rumah mertua, berfantasi seks saja. Memikirkan seks akan membantu menurunkan rasa nyeri.
Orgasme menghentikan cegukan
Seorang ilmuwan peraih penghargaan Ig Nobel secara tak sengaja menemukan cara konyol untuk menyembuhkan cegukan. Ya, benar. Dengan orgasme. Orgasme menghasilkan stimulasi pada syaraf vagus dan itu membuat cegukan berhenti.
Orgasme seperti anggur terbaik
Menurut sebuah studi, orgasme menjadi lebih baik seiring bertambahnya usia. Studi tersebut menemukan, bahwa kualitas dan frekuensi orgasme meningkat bersama pertambahan usia. Prosentase wanita yang mengalami orgasme saat berhubungan intim meningkat 10% dari usia 18 ke 50 tahun.
Orgasme bersifat genetis
Jika Anda sulit merasakan orgasme, jangan salahkan suami atau vibrator Anda. Mungkin ini adalah sifat yang diturunkan dari orang tua Anda. Sebuah studi menemukan, bahwa kemampuan wanita mencapai orgasme ditentukan oleh genetikanya. Namun belum diketahui dengan pasti, apakah secara anatomi, fisiologi atau psikologi. Tentunya, faktor lain seperti kemampuan bersosialisasi, didikan, dan afiliasi agama juga turut berperan. Tapi yang jelas, para peneliti menemukan bahwa lebih dari 45% perbedaan wanita dalam kemampuan orgasme lebih pada faktor biologis ketimbang sosial atau budaya.
Sumber : thefrisky.com